Nabi melewati perjalanan hidupnya dengan banyak cerita suka duka. Sejak lahir sebagai yatim kemudian tumbuh kanak-kanak bersama kakeknya dan melalui masa remaja bersama pamannya. Nabi kemudian menjadi suami Khadijah yang berprofesi sebagai saudagar. Hingga ketika Nabi sering berkhalwat dan menerima wahyu pertamanya di Gua Hira, Nabi belumlah menjadi pemimpin kaumnya.
Saat masa-masa awal wahyu diturunkan, Nabi belum memiliki banyak pengikut. Artinya tidak semua perkataan Nabi terdokumentasikan secara rapi pada masa-masa awal. Kemudian saat Nabi telah menjadi pemimpin besar di Madinah, pun waktu itu masyarakat di sana masih memiliki banyak keterbatasan. Artinya zaman itu belum tersusun struktur pemerintahan yang ditopang oleh fasilitas lengkap untuk menunjang administrasi dan pencatatan.
Proses pencatatan dan merapikan dokumentasi terkait perkataan-peerkataan Nabi berkembang melalui berbagai zaman, dari zaman Nabi, zaman para sahabat hingga zaman tabi’in dan tabi’it tabi’in.
Sejarah penulisan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi saw.. meneliti dan membina hadis, serta segala hal yang memengaruhi hadis tersebut, para ulama ahli hadis (muhadditsin) membagi sejarah hadis dalam beberapa periode. Adapun para ulama penulis sejarah hadis berbeda-beda dalam membagi periode sejarah hadis. Ada yang membagi dalam tiga periode, lima periode, dan tujuh periode. M. Hasbi Asy-Shidieqy membagi perkembangan hadis menjadi tujuh periode, sejak periode Nabi saw.. hingga sekarang, yaitu sebagai berikut:
1. Periode Pertama: Perkembangan Hadis pada Masa Rasulullah saw
Periode ini disebut "Asr al-Wahyi wa at-Takwin" (masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat Islam). Pada periode inilah, hadis lahir berupa sabda (aqwal), perbuatan (af’al), dan takrir Nabi yang berfungsi menerangkan aI-Qur’an untuk menegakkan syariat Islam dan membentuk masyarakat Islam.
Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi saw.. memberi ceramah, pengajian, khutbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang dikirim oleh Nabi ke daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabi.
Pada masa Nabi saw.., kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di kalangan sahabat masih kurang, Nabi menekankan untuk menghafal, memahami, memelihara, mematerikan, dan memantapkan hadis dalam amalan sehari-hari, serta menyebarkannya kepada orang lain.
2. Periode Kedua: Perkembangan Hadis pada Masa al-Khulafaurrasyidin (11 H-40 H)
Periode ini disebut "Asr at-Tasabbut wa al-Iqlal min al-Riwayah" (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi saw. wafat pada tahun 11 H. Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu al-Qur’an dan hadis (as-Sunnah yang harus dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan umat).
Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar secara terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan, pada masa itu, Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadis, dan sebaliknya, Umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan al-Qur’an.
Dalam praktiknya, para sahabat meriwayatkan hadis melalui dua cara, yakni:
a. Dengan lafaz asli, yakni menurut lafaz yang mereka terima dari Nabi saw. yang mereka hafal benar lafaz dari Nabi.
b. Dengan maknanya saja yakni para sahabat meriwayatan maknanya karena tidak hafal lafaz asli dari Nabi saw.
3. Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin
Periode ini disebut "Asr Intisyar al-Riwayah ila al-Amslaar" (masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis). Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis.
Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi saw. diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikian, pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan hadis ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis pun menjadi ramai.
Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan lembaga-lembaga (Centrum Perkembangan) hadis di berbagai daerah di seluruh negeri.
Adapun lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha penggalian, pendidikan, dan pengembangan hadis terdapat di Madinah, Makkah, Bashrah, Syam dan Mesir.
Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Sahabat Ali r.a. Pada masa ini, umat Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: Pertama, golongan Ali Ibn Abi Talib, yang kemudian dinamakan golongan Syiah. Kedua, golongan Khawarij, yang menentang Ali, dan golongan Muawiyah, dan ketiga; golongan Jumhur (golongan pemerintah pada masa itu).
Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah saw. untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat hadis palsu dan menyebarkannya kepada masyarakat.
4. Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriahembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah
Periode ini disebut "Asr al-Kitabah wa al-Tadwin" (masa penulisan dan pembukuan). Maksudnya, penulisan dan pembukuan secara resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun kalau secara perseorangan, sebelum abad II H hadis sudah banyak ditulis, baik pada masa tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi saw. meskipun dengan kondisi seadanya.
Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz tahun 101 H, Sebagai khalifah, Umar Ibn Abdul Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun hadis dalam hafalannya semakin banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak membukukan dan mengumpulkan dalam buku-buku hadis dari para perawinya, ada kemungkinan hadis-hadis tersebut akan lenyap dari permukaan bumi bersamaan dengan kepergian para penghafalnya ke alam barzakh.
Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hazmin (120 H) yang menjadi guru Ma'mar al-Laits, al-Auza'i, Malik, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin untuk membukukan hadis Rasul yang terdapat pada penghafal wanita yang terkenal, yaitu Amrah binti Abd. Rahman Ibn Sa'ad Ibn Zurarah Ibn `Ades, seorang ahli fikih, murid Aisyah r.a. (20 H/642 M-98 H/716 M atau 106 H/ 724 M), dan hadis-hadis yang ada pada al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr asS} iddiq (107 H/725 M), seorang pemuka tabiin dan salah seorang fukaha Madinah yang tujuh.
Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang ada di bawah kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada pada ulama yang tinggal di wilayah mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang membukukan hadis atas kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Muslim ibn Ubaidillah Ibn Syihab Az-Zuhri, seorang tabiin yang ahli dalam urusan fikih dan hadis. Mereka inilah ulama yang mula-mula membukukan hadis atas anjuran Khalifah.
Pembukuan seluruh hadis yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama hadis pada masanya.
Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba membukukan hadis atas anjuran Abu Abbas As-Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah ‘Abbasiyah. Berikut tempat dan nama-nama tokoh dalam pengumpulan hadis :
1. Pengumpul pertama di kota Makkah, Ibnu Juraij (80-150 H)
2. Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)
3. Pengumpul pertama di kota Bashrah, al-Rabi' Ibn Shabih (w. 160 H)
4. Pengumpul pertama di Kuffah, Sufyan at-Tsaury (w. 161 H.)
5. Pengumpul pertama di Syam, al-Auza'i (w. 95 H)
6. Pengumpul pertama di Wasith, Husain al-Wasithy (104-188 H)
7. Pengumpul pertama diYaman, Ma'mar al-Azdy (95-153 H)
8. Pengumpul pertama di Rei, Jarir ad-Dhabby (110-188 H)
9. Pengumpul pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11 -181 H)
10. Pengumpul pertama di Mesir, al-Laits Ibn Sa'ad (w. 175 H).[13]
Semua ulama yang membukukan hadis ini terdiri dari ahli-ahli pada abad kedua Hijriah. Kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini, jumlahnya cukup banyak. Akan tetapi, yang masyhur di kalangan ahli hadis adalah:
1. Al-Muwatta', susunan Imam Malik (95 H-179 H)
2. Al-Magazi wa al-Siyar, susunan Muhammad ibn Ishaq (150 H)
3. Al-Jami', susunan Abdul Razzaq As-San'any (211 H)
4. Al-Musannaf, susunan Syu'bah Ibn Hajjaj (160 H)
5. Al-Musannaf, susunan Sufyan ibn 'Uyainah (198 H)
6. Al-Musannaf, susunan Al-Laits Ibn Sa'ad (175 H)
7. Al-Musannaf, susnan Al-Auza'i (150 H)
8. Al-Musannaf, susunan Al-Humaidy (219 H)
9. Al-Magazi an-Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn Waqid Al¬Aslamy.
10. Al-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).
11. Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali.
12. Al-Musnad, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i (204 H).
13. Mukhtalif Al-Hadis, susunan Al-Imam Syafi'i.
Tokoh-tokoh yang masyhur pada abad kedua hijriah adalah Malik,Yahya ibn Sa'id aI-Qat}t}an, Waki Ibn Al-Jarrah, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Uyainah, Syu'bah Ibnu Hajjaj, Abdul Ar-Rahman ibn Mahdi, Al-Auza'i, Al-Laits, Abu Hanifah, dan Syafi'i.


0 Komentar